Tuntut THR, Ojek Online Gelar Aksi di Kantor Kemenaker

Nasional1601 Dilihat

hashtagnews.id  – Aliansi Tuntut THR untuk Ojek Online (Ojol) menggelar aksi demonstrasi di depan Kantor Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) pada Senin pagi, 17 Februari 2025.

Selain unjuk rasa, aliansi juga melakukan aksi massal dengan mematikan aplikasi ojol di berbagai kota di Indonesia sebagai bentuk protes.

Aksi tersebut dipimpin oleh Lili Pujiati, Ketua Serikat Pekerja Angkutan Indonesia (SPAI), yang dalam keterangannya mengungkapkan bahwa tuntutan utama mereka adalah agar para pengemudi ojek online, taksi online (taksol), dan kurir mendapatkan Tunjangan Hari Raya (THR).

“Hari ini, kami menuntut THR untuk ojol, taksol, dan kurir, berdasarkan Undang-Undang Ketenagakerjaan yang mengatur kami sebagai pekerja tetap,” ujar Lili.

Baca juga:  Kementerian PKP Luncurkan Program Perbaikan Hunian Pesisir dengan BSPS, Anggarkan Rp 255 Miliar

Lili menegaskan, tuntutan tersebut tidak hanya dilatarbelakangi oleh hak-hak pekerja, tetapi juga oleh kenyataan bahwa pengemudi ojol telah memberikan kontribusi signifikan terhadap ekonomi negara.

“Namun, meskipun kami memberi kontribusi besar, platform bisnis justru meraup keuntungan tinggi tanpa memperhatikan kesejahteraan pengemudi,” tambahnya.

Menurut Lili, aksi tersebut bertujuan untuk menuntut agar THR diberikan sebesar satu bulan upah minimum provinsi (UMP) dan disalurkan H-30 sebelum Hari Raya. “Kami juga menolak sistem kemitraan yang mengklaim memberikan fleksibilitas, karena itu hanya menjadi dalih bagi platform untuk menghindar dari kewajiban membayar THR serta hak-hak lainnya,” tegasnya.

Lebih lanjut, Lili mengkritik kebijakan platform yang tidak memberikan hak pekerja seperti upah minimum, jam kerja yang layak, serta hak cuti haid dan melahirkan.

Baca juga:  Kanal YouTube DPR RI Berhasil Dipulihkan Pasca Serangan Siber

“Keuntungan tinggi yang didapat oleh platform didapatkan dengan mengorbankan kesejahteraan para pengemudi yang terus dipaksa bekerja berjam-jam tanpa perlindungan hukum yang jelas,” jelas Lili.

Aliansi ini juga menyoroti adanya persaingan tidak sehat antar platform yang mempengaruhi tarif yang diterima pengemudi.

“Akibatnya, tarif yang diterima pengemudi semakin murah, dan insentif yang diberikan tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka,” kata Lili.

Bahkan, pengemudi terpaksa bekerja lebih dari 8 jam, bahkan hingga 17 jam sehari, demi mendapatkan penghasilan yang layak.

Lili menegaskan bahwa pemerintah, melalui Kemenaker, harus hadir untuk mengatasi ketidakadilan yang dialami oleh para pekerja platform ini.

“Kami berharap Kemenaker segera mengeluarkan peraturan yang berpihak pada pengemudi ojol dan pekerja platform lainnya, serta memastikan hak-hak kami sebagai pekerja dihormati,” tutupnya. (*/Wdy)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *