Hashtagnews.id – Gerakan Nurani Bangsa (GNB), melalui anggotanya Alissa Wahid, mengajukan permintaan kepada pemerintah untuk menunda rencana kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12 persen yang dijadwalkan berlaku mulai Januari 2025.
Kenaikan ini dikhawatirkan akan semakin membebani masyarakat, terutama kalangan menengah ke bawah yang daya belinya sudah tertekan akibat dampak pandemi.
Dalam pernyataan yang disampaikan secara daring pada Sabtu (28/12), Alissa menekankan bahwa pemerintah harus memberikan contoh dengan melakukan efisiensi dalam pengelolaan anggaran negara.
Langkah penghematan ini, menurutnya, bisa menjadi alternatif untuk menutupi potensi hilangnya pendapatan sebesar Rp75 triliun jika rencana kenaikan PPN dibatalkan.
Alissa menyatakan bahwa pemerintah harus menunjukkan kesadaran akan kondisi darurat dengan mengelola pendapatan dan belanja negara secara efektif dan efisien.
Langkah penghematan yang ketat diperlukan untuk mencari sumber pendanaan alternatif atau menggantikan pendapatan dari PPN.
“Pemerintah harus memberi contoh dengan menjalankan birokrasi secara efektif dan efisien, serta memformulasikan kebijakan yang fokus pada kesejahteraan sosial,” ujar Alissa.
Dia juga menambahkan bahwa dampak kenaikan PPN yang hampir memengaruhi semua aspek konsumsi masyarakat bisa menyebabkan lonjakan harga barang dan jasa, yang pada akhirnya akan memperburuk inflasi dan menurunkan daya beli.
Menurut Alissa, kebijakan ini bukan hanya akan merugikan masyarakat menengah ke bawah, tetapi juga dapat menimbulkan ketegangan sosial.
Oleh karena itu, pemerintah diharapkan dapat membuat kebijakan yang lebih bijaksana dan melindungi stabilitas sosial dan ekonomi rakyat.
Selain itu, Alissa juga mengingatkan bahwa ekonomi Indonesia belum sepenuhnya pulih dari pandemi. Tingkat pengangguran, inflasi, dan pendapatan riil yang belum optimal merupakan tantangan besar.
Dalam situasi ini, kebijakan yang justru membebani masyarakat dapat memperlambat pemulihan ekonomi.
“Jika daya beli masyarakat terus menurun, dampaknya akan terasa pada pertumbuhan ekonomi. Pemerintah seharusnya fokus pada kebijakan yang mendukung pemulihan ekonomi dan kesejahteraan sosial,” tambahnya.
Sebagai gerakan yang berlandaskan etika dan moral, GNB menyerukan pentingnya transparansi dalam kebijakan strategis seperti kenaikan PPN.
Alissa menilai, proses diskusi yang melibatkan masyarakat, akademisi, dan pelaku usaha sangat penting agar keputusan yang diambil mencerminkan kebutuhan rakyat dan menghindari resistensi sosial.
“Keputusan besar seperti ini harus diambil dengan pendekatan partisipatif. Masukan dari berbagai pihak akan memberi perspektif yang lebih lengkap tentang dampak kebijakan di lapangan,” kata Alissa.
Alissa juga mengingatkan bahwa meskipun stabilitas keuangan negara sangat penting, hal itu tidak boleh mengorbankan prinsip keadilan sosial. Kebijakan fiskal harus mampu menjaga keseimbangan anggaran tanpa merugikan kelompok masyarakat yang paling rentan.
“Pemerintah perlu mengevaluasi kembali keputusan untuk menaikkan PPN, dengan mempertimbangkan kondisi sosial-ekonomi masyarakat. Jika tidak, dampak negatif seperti penurunan konsumsi, inflasi, hingga keresahan sosial bisa terjadi, yang justru akan melemahkan daya tahan bangsa,” ujar Alissa.
GNB berharap pemerintah akan mendengarkan suara masyarakat dan mengambil kebijakan yang lebih bijaksana.
Di tengah ketidakstabilan ini, keberanian untuk menunda atau membatalkan kebijakan yang dapat merugikan rakyat akan menunjukkan kepemimpinan yang peduli dan berpihak pada kesejahteraan masyarakat.
“Dengan efisiensi pengeluaran negara, optimalisasi pendapatan, dan kebijakan pro-rakyat, kita bisa menjaga stabilitas ekonomi tanpa semakin membebani masyarakat. Kami berharap pemerintah serius mempertimbangkan hal ini,” tutup Alissa.
Komentar