Di Palopo, politik bukan sekadar adu strategi atau permainan angka. Ia hadir dalam perbincangan hangat di warung kopi, menjadi topik diskusi di ruang akademik, dan berpuncak dalam keputusan di bilik suara.
PSU (Pemungutan Suara Ulang) kali ini bukan sekadar pengulangan pesta demokrasi, tetapi menjadi ajang pertarungan baru dengan pemilih yang semakin matang dalam menentukan pilihan.
Pemilih Palopo, yang selama ini sering dicap pragmatis, kini menunjukkan dinamika berbeda. Mereka tidak lagi hanya mempertimbangkan manfaat sesaat, tetapi juga menakar arah masa depan daerah.
Pada Pilkada sebelumnya, meskipun perolehan suara hanya berada di posisi ketiga, pasangan 03 RMB-ATK dianggap berhasil menarik segmen pemilih cerdas yang tidak mudah terbuai janji politik dan jebakan politik pragmatis semisal bagi-bagi amplop .
Kini, dengan PSU yang kemungkinan besar terjadi head to head antara pasalon Naili-Ome dengan FKJ-Nur, kembali membuka medan pertarungan dalam menentukan pilihan. Muncul pertanyaan besar, ke mana arahnya suara pemilih cerdas ini?
Melihat realitas yang ada, dukungan yang awalnya solid di belakang RMB-ATK kini mulai mengalir ke pasangan 04 Naili-Ome. Tidak hanya itu, pendukung Putri Dakka dan Haidir Basir (PD-HB) juga mulai merapat ke barisan yang sama.
Fenomena ini menunjukkan pergeseran dukungan yang semakin mengarah pada semangat perubahan di barisan Palopo Baru.
Hal ini disebabkan beberapa faktor, salah satunya adalah dengan melihat perolehan suara RMB-ATK pada pilkada sebelumnya hanya di kisaran angka 19 ribuan dan PD-HB di angka 7 ribuan, jika dibandingkan dengan perolehan suara Trisal-Ome dan FKJ-Nur, peresentase perolehan suara RMB-ATK dan PD-HB cukup tertinggal jauh.
Dengan kondisi ini, bukan tidak percaya lagi, namun para pendukung RMB-ATK dan PD-HB yang sebelumnya menginginkan perubahan, tidak lagi bisa mengandalakan hal ini kepada pilihan sebelumnya, dan secara rasional pergeseran harapan itu kemungkinan besar di tempatkan pada barisan Palopo Baru yang saat ini diperjuangkan oleh paslon Naili-Ome karena disitu mereka lebih menemukan chemistrynya.
Kenapa pergeseran pilihan tidak ke paslon FKJ-Nur? Alasannya cukup simpel, pemilih cerdas menginginkan perubahan, sementara FKJ-Nur masih dipandang sebagai representasi politik keluarga yang telah lama berkuasa. Pemilih cerdas yang menginginkan kepemimpinan lebih segar dan inovatif cenderung skeptis terhadap pola dinasti politik.
Gelombang anti-incumbent bukanlah hal baru dalam politik di Palopo, terutama ketika masyarakat merasa bahwa kepemimpinan sebelumnya belum menghadirkan perubahan yang mereka harapkan.
Sementara Naili-Ome hadir menawarkan visi perubahan yang di dalamnya ada keberanian untuk mewujudkan harapan harapan baru (the audacity of hope).
Jika digarap dengan baik dan maksimal besar peluang pendukung PD-HB juga akan semakin memperkuat posisi pasangan ini sebagai kendaraan perubahan di Palopo.
Dominasi satu keluarga dalam pemerintahan menjadi isu yang kian diperbincangkan. Pada Pilkada sebelumnya, pasangan Trisal-Ahmad sempat menjadi simbol perlawanan terhadap politik dinasti.
Kini, dengan Naili menggantikan suaminya Trisal, ia masih dianggap sebagai sosok yang mampu membawa semangat baru untuk Palopo.
Selain itu, dukungan tokoh-tokoh berpengaruh mulai menunjukkan resonansi dan efek domino. Beberapa figur yang sebelumnya berada di kubu RMB-ATK dan PD-HB kini juga mulai mendekat ke Naili-Ome.
PSU Palopo 2024 bukan hanya sekadar ajang memenangkan suara, tetapi juga menjadi cerminan kedewasaan politik masyarakat.
Jika dinamika ini terus berkembang, PSU kali ini bisa menjadi titik balik bagi politik Palopo, dimana pemilih tidak lagi reaktif terhadap janji kampanye, tetapi proaktif dalam menentukan pemimpin yang benar-benar membawa harapan baru.
Barisan Palopo Baru semakin nyata. Dengan semakin derasnya dukungan yang mengalir, perubahan bukan lagi sekadar wacana, tetapi sebuah kenyataan yang semakin dekat untuk diwujudkan.
Penulis: Hariyono Wardi [Pemerhati Demokrasi]