hashtagnews.id — Dalam kesederhanaan yang menjadi ciri khas hidupnya, jenazah Paus Fransiskus kini disemayamkan di Basilika Santo Petrus.
Tubuhnya telah menjalani proses pengawetan dengan teknik tanatopraksi, memungkinkan umat beriman memberikan penghormatan terakhir dengan penuh kasih dan hormat.
Mengutip Euro News, jenazah Paus Fransiskus diletakkan dalam peti mati sederhana, berbeda dari tradisi mewah Vatikan yang biasanya menggunakan tiga lapis peti dari kayu cemara, timah, dan kayu ek.
Semasa hidup, Paus Fransiskus telah menegaskan keinginannya untuk menghindari segala bentuk kemewahan, termasuk dalam kematiannya.
Tanatopraksi yang diterapkan bukanlah proses mumifikasi, melainkan teknik modern untuk memperlambat pembusukan, menjaga kebersihan, dan mempertahankan tampilan alami tubuh selama beberapa hari.
Prosedur ini melibatkan penyuntikan cairan pengawet ke arteri, pembersihan menyeluruh, serta penataan wajah dan tangan untuk memberikan kesan damai.
Sejak diatur dalam undang-undang Italia tahun 2022, tanatopraksi menjadi metode standar untuk penghormatan jenazah, menggantikan pembalsaman invasif yang kerap merusak integritas tubuh.
Tradisi pengawetan jenazah paus telah berlangsung berabad-abad di Gereja Katolik, berakar dari kebutuhan spiritual dan praktis untuk penghormatan publik serta prosesi panjang pemakaman.
Dengan memilih tanatopraksi, Paus Fransiskus menandai perubahan penting menuju pendekatan yang lebih manusiawi dalam menghormati kehidupan setelah kematian.
Jenazah Paus Fransiskus akan disemayamkan hingga hari pemakamannya pada Sabtu, 26 April 2025, memberikan kesempatan bagi umat untuk berpamitan dengan pemimpin rohani yang begitu dicintai.
Namun, satu keputusan mengejutkan lahir dari Paus asal Argentina ini, ia memilih Basilika Santa Maria Maggiore sebagai tempat peristirahatan terakhirnya.
Ini menjadikannya paus pertama dalam lebih dari satu abad yang tidak dimakamkan di Basilika Santo Petrus, Vatikan.
Keputusan ini sarat makna. Sepanjang masa kepausannya, Paus Fransiskus kerap berziarah dan berdoa di depan ikon Bunda Maria di Santa Maria Maggiore, bahkan menjelang perjalanan apostolik atau setelah kembali ke Roma.
Pada 12 April lalu, hanya beberapa minggu sebelum wafat, ia kembali mengunjungi tempat suci ini untuk bersujud di hadapan Sang Bunda.
Basilika Santa Maria Maggiore sendiri merupakan bangunan sakral bersejarah dari abad ke-5, berdiri di Bukit Esquiline setelah sebuah legenda tentang turunnya salju di tengah musim panas pada tahun 352.
Dinding-dindingnya yang dihiasi mozaik kuno dan pilar bergaya Ionia menjadi saksi bisu perjalanan iman yang melintasi zaman.
Di basilika ini pula tersimpan relikui penting, termasuk ikon Bunda Maria yang diyakini dilukis Santo Lukas dan potongan kayu dari palungan Yesus, memperkuat ikatan spiritual Paus Fransiskus dengan tempat ini.
Dengan memilih Santa Maria Maggiore, Paus Fransiskus mengikuti jejak Paus Klemens IX yang terakhir dimakamkan di sana pada 1669.
Pilihan ini menegaskan pesan hidupnya: kesederhanaan, cinta pada Bunda Maria, dan kedekatan dengan umat.
Kini, Roma dan dunia bersiap mengantar Paus Fransiskus ke rumah keabadiannya, di tempat yang selama hidupnya menjadi sumber kekuatan dan penghiburan.