Hashtagnews.id – Menakar tujuan politik dalam bingkai Islam, sejatinya merupakan upaya dan usaha yang mulia memberikan edukasi kepada masyarakat secara umum untuk berlaku adil, damai dan sejahtera. Kontestasi politik harusnya juga dilakukan secara adil dan bijak dengan memprioritaskan sikap profesionalitas dan mengedepankan konstitusional.
Penulis: Arzad, S.Pd (Koordinator Devisi PPPS Panwaslu Kecamatan Sendana Palopo)
Pandangan Islam dalam pemilu itu sendiri memilih ulil amri yang diridhoi oleh masyarakat pun sejatinya oleh sang maha pencipta. Namun demikian sebaliknya jika pemilu hanya dijadikan sebagai usaha memperoleh kekuasaan dengan menghalalkan segala cara yang berimbas pada pelanggaran pemilu, pun tidak ada artinya sebuah demokrasi yang telah dibangun oleh para tokoh politik sejati.
Kontestasi politik tidak lama lagi akan digelar, menuju tahun 2024 bukanlah waktu yang panjang. Seiring berlangsungnya tahapan demi tahapan, perjalanan menuju tahun Kontestasi politik tidak akan terasa begitu lama dengan padatnya rutinitas baik penyelenggara, pengawas dan juga para peserta pemilu.
Kembali kepada bagaimana Islam memandang politik, dalam sebuah pengawasan kita diperkenalkan berbagai bentuk pelanggaran. Pelanggaran yang sering kali dilakukan baik peserta maupun masyarakat sebagai simpatisan, ialah pelanggaran money politik.
Di negara demokrasi seperti Indonesia, selalu ramai dengan berbagai isu-isu pelanggaran, tidak terkecuali Politik Uang. Dan Islam sendiri sangat mengecam praktik money politik pun juga demikian dengan agama lain. Hal ini dianggap dalam ajaran agama Islam, praktik pelanggaran tersebut sama halnya memakan apa yang menjadi milik atau hak orang lain.
“Dan janganlah sebagian kalian memakan harta sebagian yang lain di antara kamu dengan jalan yang bathil dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu kepada hakim, supaya kamu dapat memakan sebagian dari harta benda orang lain itu dengan (jalan berbuat) dosa, padahal kamu mengetahui,” Q.S. Al-Baqarah Ayat 188.
Bahkan dalam sebuah hadis juga diterangkan bahwa Rasulullah Salallahu Alayhi Wasallam pun sangat melaknat orang yang memberi suap begitupun bagi yang menerimanya.
Dari Tsauban, dia berkata, “Rasulullah Saw. melaknat pemberi suap, penerima suap, dan perantaranya, yaitu orang yang menghubungkan keduanya,” (HR. Ahmad)
Sebagai umat beragama, khususnya Islam, kita harusnya paham atas hal demikian. Kerap tindakan pelanggaran seperti ini juga dialibikan sebagai pemberian sedekah. Namun sebagai masyarakat yang cerdas berakal sehat dan berakal hebat, kita harusnya tau mana yang sebenar-benarnya sedekah dan mana yang sejatinya merupakan sebuah alibi proyek dalam meraih kekuasaan.
Segala amal perbuatan, baik dan buruknya yang kita lakukan hari ini, besok, lusa atau bahkan seterusnya, akan mendapatkan pembalasan yang setimpal bahkan lebih jika nafsu dan arogansi kita mengalahkan kebenaran.
Sebagai masyarakat yang mengidamkan sebuah kejayaan, seharusnya sama-sama kita perjuangkan untuk sebuah demokrasi yang beradab, santun, aman, damai serta Insya Allah akan membawa kita pada kesejahteraan yang sesungguhnya.
Undzur ma qoola wala tandzur man qoola. “lihatlah apa yang disampaikan, dan jangan melihat siapa yang menyampaikan.”
Bersama Rakyat Awasi Pemilu, Bersama Bawaslu Tegakkan Keadilan Pemilu.
(*/iQ)
Komentar