hashtagnews.id – Kecemasan tengah menghantui warga Kompleks Green Songka Permai 2, Kecamatan Sendana, Kota Palopo. Rabu, (24/9/2025).
Sebuah proyek pembangunan masjid yang berdiri tepat di tepi aliran sungai kini terbengkalai, menyisakan bangunan setengah jadi yang rawan ambruk jika diterpa cuaca ekstrem.
Masjid yang sejak awal digagas secara swadaya itu macet di tengah jalan. Persoalan dana dan perizinan membuat fondasi serta rangka bangunan dibiarkan begitu saja.
Lokasinya yang berada di sempadan sungai memperparah situasi. Setiap musim hujan, debit air meningkat tajam, mengikis tebing, dan mengancam kestabilan pondasi. Potensi longsor dan banjir pun menjadi bayang-bayang menakutkan bagi warga sekitar.
Secara hukum, kekhawatiran itu punya dasar kuat. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang menekankan bahwa setiap pemanfaatan ruang wajib memperhatikan aspek keselamatan dan keberlanjutan.
Sementara Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 menegaskan larangan pembangunan yang berpotensi merusak lingkungan, khususnya di kawasan rawan bencana.
Lebih spesifik lagi, Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2011 tentang Sungai secara tegas melarang pembangunan permanen di sempadan sungai tanpa izin resmi dan kajian teknis mendalam.
Aturan itu menegaskan bahwa bantaran sungai harus difungsikan sebagai ruang terbuka hijau sekaligus jalur evakuasi alami ketika air meluap.
“Bangunan di bantaran sungai seharusnya dilengkapi rekayasa teknis, seperti dinding penahan dan fondasi dalam yang kuat. Kalau tidak, risikonya bisa fatal, bukan hanya bagi bangunan tapi juga keselamatan warga,” Warga Palopo, Dayat. (*)














