hashtagnews.id – Aliansi Mahasiswa Pecinta Alam (MAPALA) se-Kota Palopo menyalurkan bantuan kemanusiaan bagi korban bencana angin puting beliung yang melanda Kampung Nelayan, Dusun Toro, Desa Padang Kalua, Kecamatan Bua, Kabupaten Luwu, pada Jumat (29/6/2025).
Bantuan ini merupakan hasil dari aksi penggalangan dana selama tiga hari di Kota Palopo, mulai 26 hingga 28 Juni 2025.
Aksi solidaritas tersebut melibatkan sejumlah MAPALA dari berbagai perguruan tinggi di Palopo, yakni Universitas Muhammadiyah Palopo, Universitas Cokroaminoto, IAIN Palopo, dan Universitas Andi Djemma. Seluruh elemen tergabung dalam Pusat Koordinasi Wilayah (PKW) V MAPALA Kota Palopo.
Pusat Koordinasi Wilayah (PKW) MAPALA Wilayah V, Takwa Purnama, menyampaikan apresiasi dan rasa terima kasihnya kepada seluruh masyarakat yang telah turut menyumbang dalam aksi kemanusiaan ini.
“Kami berterima kasih kepada masyarakat Kota Palopo atas kontribusinya. Kegiatan ini adalah wujud kepedulian kami terhadap sesama, terutama mereka yang terdampak langsung bencana puting beliung,” ujar Takwa.
Sementara itu, Muhammad Fikri Miftahul Husain, Komandan Lapangan Aksi sekaligus perwakilan MAPALA IAIN Palopo, mengungkapkan bahwa bantuan yang disalurkan merupakan hasil dari penggalangan dana di simpang lampu merah Pongsimpin.
“Pada 29 Juni kemarin, kami turun langsung ke lokasi bencana menyalurkan bantuan. Ini semua berkat solidaritas masyarakat Kota Palopo yang menyisihkan sebagian rezekinya untuk saudara kita di Desa Padang Kalua,” kata Fikri.
Bencana angin puting beliung yang terjadi pada Minggu dini hari, 22 Juni 2025 pukul 00.30 WITA, mengakibatkan sedikitnya delapan rumah warga mengalami kerusakan. Enam rumah di antaranya rusak berat dan bahkan sempat terhempas hingga ke sungai. Warga terdampak terpaksa mengungsi ke rumah kerabat dan ke fasilitas Puskesmas Pembantu (Pustu) setempat.
Lebih dari sekadar bantuan logistik, para aktivis MAPALA ini juga menyatakan keprihatinan terhadap dugaan kerusakan lingkungan yang memperparah dampak bencana tersebut. Mereka menduga penggundulan kawasan hutan mangrove di sekitar pesisir menjadi faktor pemicu meluasnya kerusakan akibat angin kencang.
“Kami menduga ada pembukaan lahan atau pengembangan yang tidak ramah lingkungan di kawasan pesisir, khususnya penebangan mangrove. Padahal, mangrove bukan hanya menyerap CO₂, tetapi juga berfungsi sebagai pelindung alami dari ombak dan angin. Tanpa itu, wilayah pesisir menjadi rentan terhadap bencana,” tegas Takwa.
Atas dasar itu, MAPALA se-Kota Palopo berencana segera melakukan asesmen lapangan dan advokasi kepada pihak-pihak terkait. Mereka berharap adanya perhatian serius dari pemerintah daerah maupun lembaga lingkungan hidup atas dugaan kerusakan mangrove tersebut.
“Kami ingin bencana ini tidak hanya ditangani dari sisi bantuan darurat saja, tapi juga dilihat dari aspek penyebabnya. Kalau memang benar ada pelanggaran lingkungan, maka harus ada tindakan hukum dan perbaikan ekologis secara menyeluruh,” tutup Fikri. (*/ad)