Kepulauan Bangka Belitung, surganya timah Indonesia, kini menghadapi krisis tersembunyi. Sebuah investigasi selama sembilan bulan telah mengungkap jaringan korupsi yang mengakar dalam di industri penambangan timah, melibatkan pejabat pemerintah, pengusaha lokal, dan bahkan sindikat internasional.
Tim investigasi menemukan bahwa proses pemberian izin tambang di Bangka Belitung telah menjadi sarang praktek korupsi. Berdasarkan analisis terhadap 150 izin tambang yang dikeluarkan sejak 2019, setidaknya 40% di antaranya menunjukkan indikasi kuat adanya suap dan kolusi.
“Ada pola yang jelas di mana perusahaan- perusahaan tertentu mendapatkan izin dalam waktu singkat, bahkan ketika dokumen mereka tidak lengkap,” ungkap seorang whistleblower dari Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral Provinsi Bangka Belitung.
Penelusuran aliran dana mengungkap jaringan rumit pencucian uang yang melibatkan beberapa bank di Singapura dan Hong Kong.
Sementara itu, analisis citra satelit menunjukkan kerusakan lingkungan yang massif. Lebih dari
20.000 hektar hutan telah rusak akibat aktivitas penambangan liar, jauh melebihi angka resmi yang dilaporkan pemerintah.
Bukti-bukti yang dikumpulkan mengarah pada keterlibatan pejabat tinggi di tingkat provinsi dan kabupaten. Rekaman dan dokumen yang diperoleh menunjukkan adanya pertemuan- pertemuan rahasia antara pejabat dan pengusaha tambang untuk “mengatur” proses perizinan dan pengawasan.
“Ini bukan hanya masalah suap, tapi sudah menjadi captured state di mana kebijakan publik dikendalikan oleh kepentingan bisnis,” komentar Dr. Haris Azhar, pengamat politik dan anti- korupsi.
Korupsi di sektor tambang timah telah berdampak luas pada masyarakat Bangka Belitung. Pendapatan daerah dari sektor pertambangan jauh di bawah potensi sebenarnya. “Uang yang seharusnya untuk pembangunan daerah malah mengalir ke kantong-kantong pribadi,” ujar Prof. Didik J. Rachbini, ekonom senior.
Korupsi juga berdampak langsung pada kondisi pekerja dan lingkungan. Investigasi lapangan kami menemukan setidaknya 12 lokasi tambang ilegal yang beroperasi tanpa pengawasan keselamatan kerja dan pengelolaan limbah yang memadai.
Penulis: Desy Natalia, Dosen Akuntansi Universitas Mulawarman/Peserta latsar KDOD LAN Samarinda Angkatan III
Komentar