Palopo – Persidangan lanjutan terkait Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) Palopo, yang berlangsung di Ruang sidang Gedung MK (22/1), telah mengungkap beberapa fakta menarik.
Pihak termohon, KPU, dan pihak terkait, Ketua Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Palopo, Khaerana, nampak hadir untuk memberikan keterangan dalam sidang perkara Nomor 168/PHPU.WAKO-XXIII/2025 yang dipimpin Ridwan Mansyur bersama Hakim Konstitusi Ridwan Mansyur dan Arsul Sani.
Sidang ini menyentuh topik yang cukup sensitif, dalam hal ini tentang perubahan status persyaratan calon Wali Kota Palopo Nomor Urut 4, Trisal Tahir, dari Tidak Memenuhi Syarat (TMS) menjadi Memenuhi Syarat (MS).
Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kota Palopo, selaku Termohon, menjelaskan alasan di balik keputusan ini, yang mengangkat isu keabsahan ijazah Paket C milik Trisal Tahir.
Mengurai Perjalanan Perubahan Status
Kuasa hukum KPU, Zulqiyam Ekaputra, memaparkan bahwa perubahan status Trisal Tahir dilakukan berdasarkan proses klarifikasi panjang.
Awalnya, KPU meragukan keabsahan ijazah Paket C tersebut, meskipun telah melakukan verifikasi dengan Suku Dinas Pendidikan Wilayah II Jakarta Utara.
Keputusan TMS ini mendapat tantangan dari pihak Trisal Tahir, yang mengajukan sengketa proses ke Bawaslu Palopo.
Setelah melalui musyawarah bersama atas rekomendasi Bawaslu pada 21 September 2024, KPU melakukan klarifikasi ulang, termasuk bertemu dengan Kepala Sekolah PKBM Yusha melalui daring.
Kepala sekolah memastikan bahwa Trisal Tahir adalah peserta didik di PKBM tersebut meskipun dokumen pendukung tidak lengkap.
Klarifikasi juga melibatkan partai pengusung Trisal Tahir, yaitu Partai Gerindra dan Partai Demokrat.
Dengan dukungan dokumen tambahan dan pernyataan tertulis dari Trisal Tahir, rapat pleno KPU memutuskan untuk mengubah statusnya menjadi MS.
Bawaslu dan Polemik Hukum
Ketua Bawaslu Palopo, Khaerana menjelaskan bahwa laporan dugaan pelanggaran terkait pencalonan Trisal Tahir lebih mengarah pada pelanggaran kode etik penyelenggara pemilu.
Kasus pelanggaran KPU Palopo ini akhirnya direkomendasikan ke Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP).
Menurutnya pihak Bawaslu, dalam rekomendasi musyawarah antara KPU Palopo dan pihak Trisal Tahir, tidak ada perintah dari Bawaslu untuk mengubah status TMS menjadi MS.
Selanjutnya, Bawaslu Palopo telah merekomendasikan kepada KPU Palopo terkait temuan penggunaan ijazah paket c dari cawalkot Trisal Tahir, yang dianggap sebuah pelanggaran administrasi.
“Ijazah paket c atau SLTA sederajat tidak benar, atau tidak terdaftar pada instansi yang berwenang, dari salah satu calon walikota atas nama Trisal Tahir sebagai dokumen persyaratan calon walikota dan wakil walikota Palopo tahun 2024,” ucap Khaerana di persidangan.
“Selanjutnya direkomendasikan kepada KPU Palopo untuk menindaklanjuti sesuai perundang-undangan yang berlaku,” sambungnya.
Pemohon dan Polemik Administrasi
Dalam sidang MK, Pemohon, pasangan calon Nomor Urut 2 (Farid Kasim dan Nurhaenih), mendasarkan gugatan mereka pada dugaan ketidaksesuaian administrasi.
Mereka meminta Mahkamah membatalkan keputusan KPU tentang hasil Pilwalkot Palopo 2024, mendiskualifikasi Trisal Tahir, atau bahkan memerintahkan pemungutan suara ulang.
Namun, pihak pasangan calon Nomor Urut 4, sebagai Pihak Terkait, menilai gugatan ini tidak berkaitan dengan perselisihan hasil perolehan suara, melainkan hanya masalah administratif yang sudah selesai sebelum perkara diajukan ke MK.
Hal senada juga disampaikan pihak termohon, KPU. “Secara keseluruhan, dalil yang sampaikan pemohon hanya mempersoalkan permasalahan hukum yang terjadi pada tingkat proses penyelenggaraan yang telah disediakan lembaga penyelesaiannya,” ucap Zulqiyam Ekasaputra dalam persidangan.
Ia juga menyampaikan bahwa pihak termohon menganggap MK tidak berwenang mengadili permohonan pemohon sebagaimana ditentukan oleh peraruran perundang-undangan.
KPU Terbukti Keliru, Terungkap di Sidang DKPP
Sidang putusan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) akhirnya mencatat babak tambahan pada dinamika dalam sengketa pikada ini.
Tiga komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Palopo diberhentikan dari jabatannya setelah terbukti melanggar kode etik penyelenggaraan Pemilu.
Keputusan ini menggemparkan publik, terutama karena terkait dengan kelolosan Trisal Tahir sebagai calon, hingga terpilihnya sebagai walikota Palopo, meski ijazahnya sebelumnya dinyatakan palsu.
Ketua Majelis Sidang DKPP, Ratna Dewi Pettalolo, dengan tegas membacakan amar putusan yang mengabulkan seluruh aduan dari pengadu dalam perkara nomor 287-PKE-DKPP/XI/2024.
Dalam sidang yang disiarkan melalui akun YouTube resmi DKPP RI pada Jumat (24/1), Ratna menegaskan bahwa Ketua KPU Palopo, Irwandi Jumadin, bersama dua anggotanya, Muhatzir Hamid dan Abbas Djohan, telah melanggar kode etik dan pedoman perilaku penyelenggara Pemilu.
“Menjatuhkan sanksi pemberhentian tetap terhadap teradu satu Irwandi Jumadin selaku ketua merangkap anggota KPU Palopo, teradu dua, Abbas Djohan, dan teradu tiga, Muhadzir Hamid masing-masing selaku anggota KPU Palopo, sejak putusan ini dibacakan,” ujar Ratna dengan nada yang tegas.
Keputusan pemberhentian ini tentunya menjadi sorotan tajam masyarakat Palopo, yang berharap pelaksanaan Pemilu berjalan bersih dan berintegritas.
Putusan ini juga kemudian dianggap menjadi sinyal keras bagi penentuan putusan MK terkait sengketa pilwalkot Palopo.
Menanti Putusan Mahkamah
Sidang yang disiarkan secara langsung melalui kanal YouTube resmi MK ini menjadi perhatian publik.
Kasus ini bukan hanya soal hasil pilkada, tetapi juga tentang transparansi dan keadilan dalam proses demokrasi.
Semua pihak kini menunggu keputusan Majelis Hakim yang akan menjadi penentu nasib Pilwalkot Palopo.
Di balik meja hijau, drama hukum terus berlanjut, membawa harapan besar akan keadilan bagi semua pihak yang terlibat.
Sidang ini menjadi pengingat pentingnya integritas dalam setiap langkah demokrasi, dari proses pencalonan hingga penetapan hasil.
(Wahdy/wdy)