Sulsel – Hasil Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) serentak di Sulawesi Selatan tahun 2024 menghadirkan kejutan besar.
Banyak calon kepala daerah (cakada) yang berasal dari poros petahana, termasuk keluarga kepala daerah, harus menelan kekalahan di tengah persaingan yang ketat.
Analisis Kekalahan Petahana
Pakar politik Universitas Hasanuddin (Unhas), Prof. Sukri Tamma, mengungkapkan sejumlah alasan di balik tumbangnya para petahana dan kerabat mereka.
Salah satu faktor utama adalah kegagalan mereka dalam meraih simpati masyarakat selama menjabat.
“Setiap daerah tentu punya alasan berbeda, tetapi secara umum petahana dan keluarga mereka mungkin belum dianggap cukup berhasil oleh masyarakat,” ujar Sukri, Kamis (5/12/2024), dikutip dari detikSulsel.
Sukri menambahkan bahwa para penantang yang tampil lebih menjanjikan menjadi daya tarik bagi masyarakat. Penantang semakin mudah menggalang dukungan jika petahana memiliki catatan kepemimpinan yang kurang memuaskan.
“Di beberapa tempat, masyarakat melihat kandidat baru lebih menjanjikan, apalagi jika petahana atau keluarganya memiliki catatan negatif atau dinilai tidak cukup berhasil,” katanya.
Kejenuhan dan Harapan Baru
Selain itu, Sukri mengamati adanya kejenuhan masyarakat terhadap kepala daerah yang telah menjabat selama dua periode.
Ketika petahana mendorong kerabat mereka untuk maju, masyarakat cenderung beralih ke kandidat lain yang dianggap membawa harapan baru.
“Titik jenuh ini sering terjadi, terutama jika tidak ada inovasi atau prestasi luar biasa selama kepemimpinan mereka. Masyarakat ingin mencoba sesuatu yang berbeda,” jelas Sukri.
Namun, Sukri juga menekankan bahwa dukungan terhadap keluarga petahana tetap mungkin terjadi jika mereka berhasil menunjukkan prestasi yang signifikan.
“Kalau kepala daerah itu sukses dan prestasinya diakui, masyarakat tetap akan mendukung, bahkan kepada keluarganya,” tambahnya.
Kekalahan yang Signifikan
Data dari 19 Komisi Pemilihan Umum (KPU) kabupaten/kota di Sulsel mencatat enam petahana dan tujuh keluarga kepala daerah tumbang dalam Pilkada 2024.
Petahana yang kalah meliputi:
- Syamsari Kitta (Takalar)
- Kartini Ottong (Sinjai)
- Yohanis Bassang (Toraja Utara)
- Budiman (Luwu Timur)
- Ilhamsyah Azikin (Bantaeng)
- Amran Mahmud-Amran (Wajo)
Sementara itu, keluarga kepala daerah yang gagal melanjutkan dinasti politik mereka antara lain:
- Ulfah Nurulhuda (anak Bupati Barru Suardi Saleh)
- Ernawati (istri mantan Wali Kota Parepare Taufan Pawe)
- Yusuf DM (mantan Bupati Sidrap Dolla Mando)
- Mitra Fakhruddin (putra mantan Bupati Enrekang Muslimin Bando)
- Arham Basmin (anak mantan Bupati Luwu Basmin Mattayang)
- Farid Kasim Judas (anak mantan Wali Kota Palopo Judas Amir)
- Muhammad Fauzi (suami Bupati Luwu Utara Indah Putri Indriani)
Mencari Arah Baru
Kekalahan ini menjadi pelajaran penting bagi Golkar dan partai-partai lainnya di Sulawesi Selatan.
Prof. Sukri menyarankan agar masyarakat melihat kekalahan ini sebagai peluang untuk memberikan kesempatan kepada pemimpin baru yang bisa membawa perubahan.
“Ini adalah sinyal bahwa masyarakat ingin sesuatu yang lebih baik, pemimpin yang mampu membawa inovasi dan memenuhi harapan mereka ke depan,” pungkas Sukri.
Pilkada 2024 tidak hanya menjadi kontestasi politik, tetapi juga cerminan keinginan masyarakat Sulawesi Selatan untuk perubahan yang nyata. (wdy/*)