Dari kejauhan terlihat beberapa alat berat beroprasi menguliti permukaan tanah perbukitan, nampak merobek kulit bumi, seakan berusaha menyingkirkan semua yang ada di area itu, termasuk tumbuhan yang ada, juga ikut disingkirkan. Inikah wajah area pertambangan yang katanya peduli lingkungan dan peradaban.?
Laporan: Muh. Ishak, S.Sos *Sorowako, Luwu Timur
Pemandangan, perasaan dan pertanyaan ini saya dapatkan tepat dua tahun silam, tepatnya pada Agustus 2019 lalu. Saat itu saya dan rekan-rekan media lainnya, datang ke lokasi pertambangan PT. Vale Indonesia untuk mengikuti kegiatan media visit yang berlangsung selama empat hari.
Lokasinya tepat berada di Sorowako, Kecamatan Nuha, Kabupaten Luwu Timur, Provinsi Sulawesi Selatan, tempat dimana Perusahaan PT Vale Indonesia beroperasi melakukan penambangan bijih nikel.
Kegiatan itu sebenarnya sengaja digelar pihak perusahaan, agar kami dari media bisa melihat langsung segala proses PT Vale Indonesia selama beroperasi di Sorowako. Saya yang saat itu sudah berprofesi sebagai jurnalis di sebuah media local, tentunya tidak menyia-nyiakan kesempatan itu. Apalagi segala sesuatunya ditangung oleh perusahaan.
Bekal Pengetahuan
Setiba di lokasi, salah satu karyawan eksternal PT Vale, yang saat itu bertanggungjawab menemani kami melakukan perjalanan di area pertambangan, menyampaikan bahwa kegiatan yang dilaksanakan dua kali setahun itu merupakan salah satu bentuk keterbukaan perusahaan kepada public.
“Ini soal bagaimana kondisi di area pertambangan ini, dan hal apa saja yang kami lakukan selama beroperasi di wilayah ini bisa diketahui publik,” ungkap Winda, sembari menemani kami menelusuri beberapa titik area pertambangan.
Sebelum datang ke lokasi ini, tentunya saya tidak berangkat dengan kepala kosong. Yah, itu sudah menjadi kebiasaan saya saat akan berkunjung ke suatu tempat yang sebelumnya belum pernah saya kunjungi, paling tidak saya membaca dulu dokumen-dokumen tentang perusahaan itu.
Dengan memeriksa beberapa data yang tersedia pada website resmi PT. Vale Indonesia, saya mengetahui bahwa perusahaan tambang ini sendiri adalah merupakan bagian dari Vale, sebuah perusahaan yang berdiri sejak 25 Juli 1968 dan berpusat di Berazil. Sejak itu, Vale merupakan pemimpin global dalam produksi bijih besi dan juga menjadi salah satu perodusen nikel terbesar di dunia.
Sebelum beroperasi di Blok Sorowako, perusahaan ini mempunyai sejarah yang membanggakan di Indonesia. Jika dilihat dari data yang tersaji pada website resmi PT Vale (www.vale.com), Jauh sebelumnya mereka telah melakukan ekplorasi di wilayah Sulawesi bagian timur, tepatnya tahun 1920-an.
Kegiatan eksplorasi, serta kajian dan pengembangan itu terus dilanjutkan pihak perusahaan pada periode kemerdekaan hingga masa kepemimpinan Presiden Soekarno.
Kemudian, PT Vale yang saat itu bernama PT International Nickel Indonesia (INCO) bersama Pemerintah Indonesia menandatangani Kontrak Karya (KK) yang merupakan bukti lampu hijau dari Pemerintah Indonesia untuk melakukan eksplorasi, penambangan dan pengolahan bijih nikel.
Nah, sejak saat itulah PT Vale memulai pembangunan smelter Sorowako, Kabupaten Luwu Timur, di Provinsi Sulawesi Selatan. Tepat di tempat yang saya kunjungi.
Menyaksikan Proses Land Clearing
Pada kegiatan itu, saya dan teman-teman media lainnya berkesempatan berjalan-jalan menyusuri lahan sekitar area pertambangan. Dengan menggunakan Bus Perusahaan, kami diantar menuju lokasi pertambangan.
Di perjalanan terlihat banyak terpasang rambu-rambu jalan, ada yang terpasang untuk mengatur kecepatan dan ada juga yang terpasang untuk membatasi jenis kendaraan yang boleh atau kendaraan yang dilarang melintas pada jalur tertentu.
Sepertinya semua jalan yang dilalui selama berada di area pertambangan, memang dibuat khusus untuk orang dalam perusahaan saja, dan hanya khusus untuk kendaraan prusahaan yang beroperasi untuk kepentingan pertambangan.
Setiba di salah satu lokasi pertambangan, terlihat beberapa alat berat Excavator dan Buldizer yang sedang beroprasi. Seperti sedang membersihkan permukaan tanah, alat berat itu sesekali merobek kulit bumi, seakan berusaha menyingkirkan semua tumbuhan yang ada di area itu.
Serentak pertanyaan ini muncul di kepala saya, Inikah wajah area pertambangan yang katanya selalu peduli kelestarian lingkungan dan peradaban.?
Tidak membutuhkan waktu lama, sesuatu yang baru saja saya lihat itu langsung saja dijawab Senior Geologis Ort Qulaty Conteol PT Vale, Prawito. Katanya yang kami saksikan saat itu merupakan proses pengupasan tanah pucuk, dimana semua yang ada di permukaan lahan termasuk tumbuhan yang ada, memang harus disingkirkan, dan itu sudah memenuhi SOP.
“Lahan ini merupakan lahan yang baru dibuka untuk dilakukan penambangan, proses yang sekarang ini merupakan tahapan pertama, yakni tahap proses Land Clearing, yaitu membersihkan lokasi tambang dari tumbuhan, nanti setelah itu, baru dilakukan Stripping, mengelupas lapisan tanah penutup,” ungkap Prawito sambil menunjuk pebukitan itu.
Selain alat berat, juga terdapat Cat Truk Tambang dan Tendem Roller yang sedang melakukan pengerasan jalan dan sebagian memuat tanah, yang katanya tanah itu akan digunakan untuk menimbun lahan pasca-tambang yang sedang dalam proses rehabilitasi atau target lahan program penghijauan perusahaan.
Dari penjelasan Prawito, saya berusaha memahami bahwa setiap proses yang terjadi di area pertambangan itu, semua serba tersistematis, dan berkesinambungan. Sedikit berbeda dari apa yang ada di kepala saya sebelumnya.
Area Pablik Tempat Produksi Bijih Nikel Matte
Setelah melihat proses pembukaan lahan tambang, kami kemudian dibawah ke area pabrik perusahaan, atau tempat pengolahan bijih nikel.
Namun sebelum masuk area tersebut, kami mesti menggunakan peralatan sesuai standar keamanan perusahaan. Bukannya hanya formalitas semata, tapi perusahaan itu memang mengutamakan yang namanya keselamatan di area pertambangan.
Tampak mesin raksasa yang sedang beroperasi, udaranya terasa pengap dan berdebu. Pantas saja sebelum masuk area tersebut kami difasilitasi sebuah masker dan helm standar perusahaan.
Orang-orang yang berada di dalam terlihat bekerja sesuai bidangnya masing-masing. Di area itu, kami berkesempatan melihat semua proses pengolahan nikel mulai dari awal penyaringan bahan mentah dari pertambangan, sampai pada proses nikel dalam matte dikemas dan siap untuk di ekspor.
Kata Manager Medium Term Planning PT Vale, Yuda Febrian, PT Vale Indonesia kini telah memiliki lahan dengan luas konsesi 118.017 hektar meliputi Sulawesi Selatan (70.566 hektar), Sulawesi Tengah (22.699 hektar) dan Sulawesi Tenggara (24.752 hektar). Keseluruhannya itu dalam naungan Kontrak Karya yang telah diamandemen pada 17 Oktober 2014 lalu, dan berlaku hingga 28 Desember 2025 mendatang.
Dengan lahan seluas ini, perusahaan ini, diperkirakan mampu memproduksi puluhan ribu ton nikel dalam bentuk matte per tahunnya.
“Perusahaan ini menambang nikel laterit yang kemudian menghasilkan produk akhir berupa nikel dalam matte, dengan kandungan rata-rata 78% nikel, 1% kobal, serta 20% sulfur dan logam lainnya,” ungkap Manager Medium Term Planning PT Vale Yuda Febrian, yang menuntun kami saat berada di area pabrik.
Sambil menunjukan bijih nikel yang telah diproduksi, Yuda menjelaskan bahwa kandungan yang terdapat pada nikel matte tersebut harus sesuai dengan standar perusahaan. “Sebelum dikemas, terlebih dahulu dilakukan pengecekan, jika kandungan nikelnya sudah sesuai standar yang telah ditentukan, artinya sudah siap dimasukkan ke dalam kemasan,” ujarnya sembari memegang bijih nikel yang siap kemas itu.
Sesuai dengan predikatnya sebagai salah satu perusahaan tambang produsen nikel terbesar di dunia, PT Vale rata-rata mampu memproduksi nikel per tahun mencapai sebanyak 75.000 metrik ton. Semua nikel yang dihasilkan PT Vale diekspor seluruhnya ke Jepang, sesuai dalam kontrak khusus jangka panjang yang dijalin kedua perusahaan tersebut.
Tak hanya itu, di tahun 2022 PT Vale telah menargetkan volume produksi tahunannya menjadi 90.000 Ton per tahun. Yah, mendengar hal itu, saya hanya bisa berkata dalam hati, “itu adalah angka yang cukup besar,”.
Fasilitas Nursery dan Rencana Rehabilitasi Lahan Pascatambang
Setelah semua titik area pabrik perusahaan kami datangi, saya dan teman-teman media lainnya juga diajak mengunjungi salah satu lokasi yang dinamakan Nursery, lahannya seluas 2 hektare, di dalamnya terdapat banyak jenis bibit pohon, juga terlihat beberapa fasilitas pertanian yang cukup modern, semua itu digunakan untuk perawatan bibit.
Lagi- lagi kami menemui wajah baru. Ternyata di area itu, bukan lagi Yuda yang menuntun kami, tapi berganti ke Reforetation Engineer PT Vale, Andri Ardiansyah. Ia adalah salah satu yang memandu kami berkeliling di lokasi tersebut, Ia mengatakan bahwa tempat itu diadakan perusahaan sejak 2014 lalu, untuk fasilitas pembibitan tanaman lokal yang sengaja di ambil dari hutan yang masuk dalam area pertambangan milik PT Vale.
“Di sini kami memiliki sebanyak 65 jenis bibit yang nantinya akan kami tanam di lokasi area lahan bekas tambang,” ungkapnya sambil menunjukkan beberapa jenis bibit yang dibudidayakan di tempat itu. Selain bibit pohon, juga terlihat sebuah kandang yang di dalamnya terdapat beberapa ekor rusa.
Pemandangan yang cukup indah, segala sesuatu tersusun rapih, ditambah pancaran kehijauan dari pohon-pohon kecil dan rerumputan yang memanjakan mata. Saat itu saya melihat orang-orang di sekitar saya merasakan kesejukan yang luar biasa, sama seperti apa yang saya rasakan.
Andri mengatakan bahwa, Nursery itu diadakan sebagai bentuk kesiapan perusahaan untuk mengembalikan ke posisi awal setiap area lahan yang telah ditambang, atau dengan kata lain, perusahaan ini ingin setiap lahan pascatambang nantinya akan berfungsi sebagaimana fungsi hutan pada umumnya, dimana tumbuhan dan ekosistem lainnya akan kembali seperti semula. “Meskipun ini membutuhkan waktu yang panjang,” kata Andri, sambil menemani kami berkeliling lokasi Nursery.
Andri banyak bercerita soal keberadaan industri-industri pertambangan di negara ini, Ia mengatakan bahwa selain dari dampak eksploitasinya terhadap sumber daya alam, tentunya keberadaan industri-industri pertambangan ini juga sangat berdampak positif terhadap kesejahtraan masyarakat.
Contohnya saja, mampu menciptakan lapangan kerja, dan juga dapat peningkatan perekonomian negara lewat aktivitas ekspor material tambang. Dengan kata lain, dampak positifnya adalah membangun peradaban masa depan.
Pihak PT Vale telah jauh hari sudah memperhitungkan secara matang dampak terhadap lingkungan dan masyarakat sekitar area pertambangan, sejak mulai beroprasi, hingga kedepannya, jika sudah tidak lagi beroprasi di Sorowako.
“Selama ini perusahaan mampu menjaga keseimbangannya, dalam artian mampu melakukan pemeliharaan lingkungan. Perusahan ini juga terus berusaha menciptakan suatu konsep yang bisa menjawab persoalan yang ada, tak terkecuali problem yang terdapat pada masyarakat yang masuk kategori warga binaan PT Vale, yang berada di dalam wilayah sekitaran area pertambangan,” ungkap Andri.
PT Vale Indonesia sejak dulu sudah berkomitmen melaksanakan reklamasi yang merupakan bagian dari Rencana Pascatambang, sesuai Peraturan Pemerintah No. 78 Tahun 2010 Tentang Reklamasi dan Pascatambang.
“Kesungguhan kami melaksanakan rehabilitasi lahan sudah dimulai sejak pembukaan lahan. Semua ini dilakukan dengan sistem penimbunan atau backfilling, menggunakan lapisan tanah pucuk dan lapisan tanah lainnya dari proses pengupasan lahan yang akan ditambang,” ungkap Andry.
Ia menjelaskan lebih jauh soal tahapan rehabilitasi lahan pascatambang. “Dalam program ini, dimulai dari tahapan pertama, yakni Perusahaan PT Vale melakukan penataan atau pembentukan muka lahan dengan standar lereng lahan rehabilitasi, pengembalian lapisan tanah pucuk dan lapisan tanah lainnya, pengendalian erosi, pembangunan drainase, pembangunan jalan untuk proses revegetasi, penghijauan, pemeliharaan tanaman, dan pemantauan keberhasilan,” jelasnya.
Sebenarnya, sebelum saya datang dan melakukan perjalanan, melihat langsung proses PT Vale Indonesia melakukan pertambangan di Sorowako, pandangan saya mungkin seperti kebanyak orang yang menganggap bahwa semua perusahaan tambang yang ada di negara ini hanya datang dan merusak alam. Ternyata semua itu ditepis oleh realitas yang disaksikan mata kepala saya sendiri.
Semuanya berbeda dengan penilaian saya seblumnya tentang kelakuan perusahaan ini, ditambah lagi setelah mendengar penjelasan dari Andri Ardiansyah.
Sesuai data yang tersaji di website resmi PT Vale, sebagian besar hektar tanah telah mengalami proses penghijauan kembali. Hal itu kembali dibenarkan Andri, Ia menjelaskan bahwa PT Vale hanya melaksanakan aturan-aturang yang diadakan pemerintah.
“Di area tambang, pembukaan lahan selalu diiringi dengan kegiatan rehabilitasi. Tahun 2017 lalu, total sudah 4.089 hektar lahan purnatambang yang direklamasi dan total akumulasi jumlah pohon yang ditanam di lahan pascatambang mencapai lebih dari 1.200.000 batang,” ungkapnya.
Pantas saja, sebelumnya terlihat pemandangan yang begitu indah di sekitaran area pascatambang, dimana di area itu terlihat pepohonan kecil. Ternyata area itu telah mengalami peroses penghijauan. Dengan rasa penasaran saya mempertanyakan kembali soal tahapan proses penghijauan ini. Andri Ardiansyah mengatakan bahwa area bekas pertambangan tersebut dilakukan secara bertahap.
“Awal mula kami melakukan penanaman rumput, kemudian menanam jenis pohon yang cepat tumbuh, dan yang terakhir jenis pohon yang tumbuhnya memerlukan waktu yang panjang,” jelasnya.
Selain itu, saya melihat di area yang telah dilakukan penghijauan ini juga dibuat perangkap dan ternyata lubang besar mirip kolam yang di genangi air itu adalah lubang yang sengaja disediakan untuk kelangsungan ekosistem dan menunjang kebutuhan tumbuhan dan mahluk hidup lainnya terhadap air saat musim kemarau. Layaknya tempat itu didesain serupa hutan pada umumnya.
Pertanyaan saya sebelumnya sudah terjawab, dengan program reklamasi berkelanjutan, perusahaan ini yakin mampu menjawab persoalan dampak dari proses pertambangan. Tapi tidak sampai disitu, saya belum merasa puas, masih ada pertanyaan yang mengendap di kepala saya.
Setidaknya masalah yang paling banyak dialami perusahaan tambang dan daerah pertambangan adalah soal limbah. Seperti apasih pengelolahan limbah di perusahaan ini.?
Proses Pengolahan Limbah
Setelah diperlihatkan bagaimana proses perusahan pembudidayaan tanaman-tanaman local, saya dan teman-teman media lainnya kembali diajak berjalan-jalan mengunjungi lokasi yang jarak tempuhnya lumayan jauh dari pusat perkantoran PT Vale. Tempat itu disebut fasilitas Lamella Gravity Settler (LGS).
Setiba di lokasi, saya melihat ada banyak kolam yang terkotak-kotak. Kolam itu seperti terlihat seperti tempat pengendapan air. Setiap kolam dialiri air melalui selokan-selokan kecil. Sesuai keingintahuan saya soal pengelolahan limbah perusahaan, sekarang saya berada di tempat pengolahan limbah milik PT Vale Indonesia.
Tempat yang dinamakan LGS itu merupakan fasilitas yang dibangun PT Vale sejak tahun 2013 lalu, semenjak perusahaan menerapkan program Effluent Project, untuk mengolah limbah cair secara terintegrasi.
Di Lokasi itu, kami didampingi oleh Mine Environment Team Leader PT Vale, Erwin Rusli. Katanya pembangunan fasilitas ini merupakan bentuk kepatuhan atas pemberlakuan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup No. 9 Tahun 2006 Tentang Baku Mutu Air Limbah Bagi Usaha dan Kegiatan Pertambangan Bijih Nikel.
“Proses pembangunan fasilitas LGS pertama untuk industri pertambangan ini dilakukan bekerja sama dengan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT),” ungkap Erwin sambil menunjukkan fasilitas-fasilitas yang ada di lokasi itu.
Erwin lebih jauh menjelaskan bahwa LGS ini merupakan tempat pengendapan limbah cair perusahaan. “Tempat ini merupakan tempat diprosesnya limbah cair dengan cara pengendapan, sebelum itu dipastikan tidak ada lagi zat yang berbahaya bagi ekosistem, setelah itu baru akan di alirkan ke hulu sungai,” tambahnya.
Dengan semua fasilitas yang ada, nampaknya perusahaan ini telah menjalankan aturan-aturan tentang pertambangan dan memang seperti itulah PT Vale. Sebagai salah satu perusahaan perodusen nikel terbesar di dunia, mesti menjadi contoh bagi perusahaan-perusahaan tambang lainnya yang ada di negara ini.
Kunjungan ke Desa Binaan Perusahaan
Hari terakhir kami di kegiatan itu, kami juga diajak berkeliling ke desa Nikkel, salah satu desa binaan PT Vale. Selain permasalahan dampak pertambangan terhadap lingkungan hidup yang telah dipecahkan, PT Vale juga tak lepas dari tanggung jawabnya terhadap kelangsungan hidup masyarakat yang masuk dalam wilayah area sekitaran tambang.
Di perjalanan ke lokasi, kami didampingi Direktur Support and Site Services PT Vale, Agus Supriadi. Ia menjelaskan bahwa, perusahaan ini juga telah meluncurkan sebuah program, yang dinamakan Program Pengembangan dan Pemberdayaan Masyarakat (PPM) yang berbasis Pengembangan Kawasan Mandiri (PKPM). Program tersebut diluncurkan dengan menggandeng Pemerintah Luwu Timur dan Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan.
Agus Supriadi mengatakan bahwa PKPM merupakan program pengembangan masyarakat hasil sinergitas antara perusahaan dan pemerintah setempat.
“Program ini merupakan upaya perusahaan untuk menyesuaikan implementasi program pengembangan masyarakatnya dengan regulasi terbaru, khususnya Kepmen ESDM 1824 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengembangan dan Pemberdayaan Masyarakat dan UU Desa,” ungkap Agus, sembari menemani kami di hari terakhir itu.
Perjalanan yang cukup panjang, ditambah lagi di hari terakhir itu, kami berkesempatan untuk berintraksi langsung dengan masyarakat desa, kami diperlihatkan bagaimana besarnya partisipasi masyarakat. Sinergitas masyarakat dan perusahaan terlihat berjalan dengan lancar, terbukti dari aktifitas yang ada di desa itu, desa yang merupakan desa binaan PT Vale. Budidaya tanaman herbal, tanaman hias, dan keaktifan UMKM menjadi bukti keseriusan PT Vale dalam menjalankan Program Pengembangan dan Pemberdayaan Masyarakat.
Ketakutan Berubah Jadi Harapan
Dengan modal pengalaman ini, saya merasa legah, beberapa pertanyaan dan ketakutan yang selama ini mengendap di kepala saya, perlahan-lahan berubah menjadi harapan setelah melakukan perjalanan di area pertambangan PT Vale.
Nyatanya, gambaran awal penyangsian dan kekhawatiran saya terhadap keberadaan sebuah perusahaan tambang, tidak mampu saya pertahankan dengan rasional. Terkhusus untuk PT Vale Indinesia, tidak ada satupun fakta yang mendukung keraguan dan ketakutan saya hingga saat ini.
Tidak semua perusahaan tambang hanya mengeksploitasi alam, tapi ada juga yang berusaha tetap menjaga keseimbangan alam, seperti apa yang dilakukan PT Vale Indonesia di Luwu Timur.
Semoga masa depan peradaban di Luwu Timur bisa terealisasi lewat penerapan program pertambangan berkelanjutan yang terus dilakukan PT Vale Indonesia hingga saat ini.
Juga saya berharap pandemic covid-19 ini cepat berakhir, dan kembali diberi kesempatan bisa berkunjung ke sana untuk yang kedua kalinya. Tidak sabar ingin bertemu lagi dengan orang-orang yang ramah. (*)