LUWU UTARA, hashtagnews.id – Pemerintah daerah Luwu Utara kembali disorot setelah insiden ketegangan yang terjadi dalam aksi demonstrasi yang digelar oleh masyarakat yang tergabung dalam AMARA (Aliansi Mahasiswa Rakyat Luwu Utara) dikantor Bupati Luwu Utara, pada senin, 24 Maret 2025.
Dalam aksi tersebut massa aksi membawa beberapa tuntutan utama mereka antara lain: solusi atas bencana banjir, perbaikan infrastruktur, transparansi dana DAU, serta pembayaran TPP dan jasa umum kesehatan.
Massa aksi yang dipimpin oleh Jenderal Lapangan, Muh. Arya Gandi Abdillah, menyampaikan bahwa aksi tersebut merupakan bentuk perjuangan murni atas kebutuhan dan keresahan masyarakat.
Namun, saat mereka menunggu respons pemerintah, ketegangan dimulai. Massa tidak ditemui oleh pejabat daerah, dan hanya beberapa perwakilan pemerintah yang hadir kemudian.
Kekesalan semakin memuncak ketika oknum Kepala Dinas datang ke kerumunan massa dan mengeluarkan komentar provokatif, yang berbunyi, “Kenapa baru sekarang kalian demo? Kemana kalian kemarin?” Pernyataan ini langsung memicu ketegangan antara massa aksi dan pihak keamanan, yang berujung pada dorong-dorongan.
Puncak ketegangan terjadi saat audiensi berlangsung di Ruang Aula Lagaligo, di mana Bupati Luwu Utara, Andi Abdullah Rahim mengeluarkan pernyataan yang dinilai merendahkan massa aksi.
“Adakah utangmu yang harus dibayarkan? Siapa yang suruh kalian titipkan utang ini untuk dibayarkan?” Ungkapnya.
Tak hanya itu, salah satu Kepala Dinas Luwu Utara turut menunjuk massa aksi dan dengan kasar mencoba mengamankan mereka, yang dianggap sebagai tindakan yang mencerminkan perilaku premanisme.
Arya, menegaskan bahwa pernyataan-pernyataan yang keluar dari pejabat pemerintah, khususnya Bupati Luwu Utara, tidak mencerminkan sikap seorang pemimpin publik.
“Pernyataan tersebut sangat tidak pantas, terutama dari seorang kepala daerah. Kami menuntut agar pemerintah lebih menghargai aspirasi masyarakat,” tegasnya.
Aksi ini tidak akan berhenti sampai di sini. Massa aksi berjanji untuk kembali dengan jumlah yang lebih besar, menuntut perubahan nyata dan transparansi dari pemerintah daerah yang mereka anggap tidak lagi mewakili kepentingan rakyat.
Ketegangan yang terjadi dalam aksi ini membuka mata publik akan adanya ketimpangan antara pemerintah yang seharusnya mengabdi pada rakyat dengan perilaku yang justru menunjukkan sikap arogan dan kekuasaan. (I/Wdy)