MK Koreksi Satu Kata, “Dan” Resmi Dimaknai “Dan/Atau”

Hukum145 Dilihat

hashtagnews.id – Mahkamah Konstitusi (MK) resmi mengubah cara baca satu frasa dalam Undang-Undang Pelindungan Data Pribadi (UU PDP) yang dinilai berpotensi melemahkan perlindungan hak digital warga negara.

Dalam putusan yang dibacakan Rabu (30/7/2025), MK memutuskan bahwa kata “dan” dalam Pasal 53 ayat (1) huruf b UU Nomor 27 Tahun 2022 harus ditafsirkan sebagai “dan/atau”.

Putusan yang diambil dalam perkara Nomor 151/PUU-XXII/2024 ini membuka jalan bagi pengetatan kewajiban perlindungan data oleh korporasi maupun instansi pemerintah.

Sebab, dengan penafsiran sebelumnya, hanya entitas yang memenuhi seluruh kriteria dalam pasal tersebut secara bersamaan yang diwajibkan menunjuk Petugas Pelindungan Data Pribadi (PPDP).

Akibatnya, banyak entitas yang seharusnya bertanggung jawab justru lolos dari kewajiban hukum.

Baca juga:  3 Komisi Gugus Tugas Dibentuk MK untuk Hadapi Pemilu 2024

“Setiap kriteria seharusnya berdiri sendiri. Jika tidak, akan membuka celah penghindaran tanggung jawab,” tegas Hakim Konstitusi Arief Hidayat dikutip dari Herald.id

Mahkamah melihat penggunaan kata “dan” secara kumulatif melemahkan prinsip kehati-hatian dalam pengelolaan data pribadi, terutama pada pemrosesan yang berisiko tinggi terhadap kebocoran atau penyalahgunaan data.

Menurut MK, bertentangan dengan Pasal 28G ayat (1) UUD 1945 yang menjamin perlindungan terhadap diri pribadi dan keamanan individu.

Ketua MK Suhartoyo dalam amar putusannya menyatakan tegas, “Frasa tersebut tidak memiliki kekuatan hukum mengikat jika tidak dimaknai sebagai ‘dan/atau’. Penyesuaian makna ini menjadi syarat mutlak untuk memastikan perlindungan hukum yang efektif bagi subjek data.”

Baca juga:  Tinjau Arus Lalu Lintas di Rampoang, Kapolres Palopo Temui Langsung Masyarakat

Keputusan ini membawa angin segar bagi penguatan regulasi privasi digital di Indonesia.

Dalam lanskap data modern yang kian kompleks, perlindungan hukum yang longgar berisiko memperburuk penyalahgunaan data oleh pelaku industri teknologi, penyedia layanan digital, bahkan lembaga pemerintah.

Lebih dari sekadar koreksi tata bahasa hukum, putusan MK ini menjadi preseden penting dalam reformasi regulasi digital Indonesia.

Ia menegaskan dalam era digital, hak konstitusional tak boleh terperangkap dalam tafsir sempit satu kata.

Kini, setiap entitas yang memenuhi salah satu dari kriteria dalam Pasal 53 UU PDP wajib menunjuk PPDP. Ini berarti lebih banyak pengendali data yang akan bertanggung jawab secara hukum atas pengelolaan data pribadi masyarakat. (*/Wdy)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *