hashtagnews.id – Isu mengenai kepemilikan emas sebanyak 57 ton yang konon disimpan oleh Presiden pertama Republik Indonesia, Soekarno, di sebuah bank Swiss, kembali mencuat ke permukaan.
Sebagian besar cerita ini mengaitkan bahwa emas tersebut dipinjamkan kepada Presiden Amerika Serikat ke-35, John F. Kennedy, pada 1963 untuk pembangunan negara adidaya itu.
Hingga kini, kisah tersebut telah menjadi legenda yang turun-temurun, namun kebenarannya masih diragukan.
Sejarah mencatat bahwa Soekarno, meskipun menjabat sebagai Presiden RI, hidup dalam kondisi serba kekurangan.
Dalam sebuah wawancara dengan jurnalis asal Amerika, Cindy Adams, Soekarno mengungkapkan bahwa selama masa kepresidenannya, gajinya hanya sebesar US$220 per bulan. Ia bahkan tidak memiliki rumah pribadi dan selalu tinggal di istana yang dikelola negara.
Soekarno juga menceritakan pengalaman memilukan, di mana seorang duta besar terpaksa membelikan piyama untuknya karena baju tidurnya yang sudah robek.
“Adakah kepala negara yang melarat seperti aku dan sering meminjam-minjam dari ajudannya?” ujar Soekarno dalam wawancara yang diterbitkan dalam buku Bung Karno: Penyambung Lidah Rakyat Indonesia (1964).
Soekarno bahkan mengungkapkan bahwa rakyat Indonesia sempat berencana mengumpulkan dana untuk memberinya sebuah gedung, namun ia menolaknya demi menghindari merepotkan orang lain.
Pernyataan Soekarno itu mendapat penguatan dari putra pertamanya, Guntur Soekarnoputra.
Dalam sebuah kolom opini yang diterbitkan oleh Media Indonesia pada 26 September 2020, Guntur menjelaskan bahwa sejak sebelum menjadi Presiden, ayahnya memang tidak memiliki banyak uang.
Guntur menegaskan bahwa Soekarno sering meminjam uang dari sahabat-sahabatnya, salah satunya Agoes Moesin Dasaad.
“Sebagai presiden, Bung Karno adalah presiden yang paling miskin di dunia ini. Ia tidak punya tanah, tidak punya rumah, apalagi logam-logam mulia seperti yang digembar-gemborkan orang selama ini,” ungkap Guntur.
Guntur juga dengan tegas membantah kabar mengenai emas 57 ton tersebut. Ia menilai bahwa cerita itu tidak masuk akal, mengingat ruang penyimpanan uang di bank Swiss tidak mungkin cukup untuk menyimpan emas sebanyak itu.
“Pikir saja, kalau emas berton-ton disimpan di bank di Swiss, ruang penyimpanan uang di Swiss enggak akan muat diisi emas segitu banyak. Jadi saya pikir ini bohong semua ini,” kata Guntur.
Selain itu, sejarawan Indonesia, Ong Hok Ham, juga turut membantah klaim tersebut dalam tulisan Kuasa dan Negara (1983).
Ong menjelaskan bahwa cerita mengenai Soekarno yang mewarisi kekayaan dari kerajaan Mataram Islam, yang konon terdiri dari batangan emas, tidak berdasar.
Ia menyebutkan bahwa pada masa itu, kerajaan Mataram Islam justru masih memiliki utang kepada VOC (Vereenigde Oost-Indische Compagnie), sehingga tidak mungkin ada warisan kekayaan dalam jumlah besar.
Ong juga menambahkan argumen yang lebih sederhana, yaitu jika Soekarno benar memiliki harta sebanyak itu, dia tidak mungkin hidup miskin hingga akhir hayatnya.
Dengan berbagai fakta sejarah yang terbuka, jelaslah bahwa cerita tentang emas 57 ton milik Soekarno adalah mitos belaka.
Legenda ini yang telah banyak dipercaya masyarakat selama ini, tidak lebih dari sekadar khayalan tanpa dasar yang nyata. (*/Wdy)