Hashtagnews.id – Diduga tiga perusahaan Lion Air Group telah terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan praktek diskriminasi terkait dengan kerja sama penjualan kapasitas kargo dalam jasa pengangkutan barang dari beberapa bandara.
Dalam putusan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) pada senin, (29/03/2021), beberapa bandara tersebut diantaranya, Bandara Hang Nadim ke Bandara Soekarno-Hatta, Bandara Halim Perdana Kusuma, Bandara Juanda dan Bandara Kualanamu.
Deswin Nur selaku Kepala Biro Hubungan Masyarakat dan Kerja Sama menjelaskan, ketiga perusahaan tersebut adalah PT Lion Mentari (Terlapor I), PT Batik Air Indonesia (Terlapor II) dan PT Lion Express (Terlapor IV).
Dalam putusan tersebut, KPPU menjatuhkan sanksi denda sebesar Rp 1 miliar kepada masing-masing Terlapor, sehingga secara total, KPPU menjatuhkan sanksi denda sebesar Rp 3 miliar kepada Lion Air Group.
Menurut Deswin, Terlapor lain yakni PT Wings Abadi (Terlapor III) dinyatakan tidak melanggar, karena tidak memiliki jadwal penerbangan untuk rute yang menjadi objek pada perkara ini.
Perkara inisiatif dengan nomor register 07/KPPU-I/2020 ini bermula dari adanya penumpukan kargo (barang, pos dan kargo) yang terjadi di Bandara Hang Nadim Batam pada periode Juli-September 2018.
Dalam penyelidikan, didapatkan bukti adanya perjanjian kerja sama yang dilakukan oleh PT Lion Mentari, PT Batik Air Indonesia, dan PT Wings Abadi selaku pelaku usaha angkutan udara niaga berjadwal yang menyediakan layanan jasa angkutan barang dari bandar udara tertentu ke bandar udara tujuan.
Dan juga PT Lion Express yang merupakan perusahaan jasa pengiriman paket dan dokumen secara door to door ke seluruh wilayah Indonesia dengan menggunakan penerbangan Lion Air Group.
” Dalam kerja sama tersebut, kami menemukan adanya hak ekslusif atau eksklusifitas kepada PT Lion Express untuk penggunaan kapasitas kargo sebesar 40 (empat puluh) ton per hari untuk 4 (empat) rute penerbangan yang telah disepakati,” ujar Deswin.
Deswin menjelaskan, tindakan tersebut terbukti menutup dan/atau mempersulit akses pengiriman barang bagi agen kargo yang terdaftar sebagai agen resmi selain PT Lion Express, sehingga terpaksa menggunakan jasa kargo alternatif lain dan/atau perantara agen-agen kargo lain.
“Namun perilaku diskriminasi tersebut tidak berjalan efektif karena PT Lion Express tidak berhasil mengambil konsumen agen-agen kargo lain dan justru berpindah ke maskapailain,” jelasnya.
Berdasarkan berbagai fakta di persidangan tersebut, Majelis Komisi akhirnya memutuskan PT Lion Mentari, PT Batik Air Indonesia, dan PT Lion Express terbukti secara sah dan meyakinkan melanggar Pasal 19 huruf d Undang-undang No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.
“Namun PT Wings Abadi tidak terbukti melanggar, karena tidak memiliki jadwal penerbangan untuk rute yang menjadi objek pada perkara ini,” terang Deswin.
Oleh karena itu, Majelis Komisi menghukum PT Lion Mentari, PT Batik Air Indonesia, dan PT Lion Express untuk masing-masing membayar denda sebesar Rp1.000.000.000,- (satu miliar rupiah).
Lebih lanjut, memperhatikan berbagai pertimbangan, antara lain seperti sifat kooperatif, dampak negatif, dampak pandemi Covid-19 kepada para Terlapor, dan fakta bahwa perjanjian tersebut telah dihentikan.
Untuk itu, Majelis Komisi juga menetapkan bahwa denda tersebut tidak perlu dilaksanakan oleh para Terlapor, kecuali jika dalam jangka waktu 1 (satu) tahun semenjak Putusan berkekuatan hukum tetap, ketiga Terlapor melakukan pelanggaran Pasal 19 huruf d Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999.
PT. Lion Mentari Airlines (Lion Air) tidak menghadiri panggilan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) sebagai saksi dalam Sidang Pemeriksaan Lanjutan atas Perkara No. 06/KPPU-L/2020 tentang Dugaan Praktek Diskriminasi PT GarudaIndonesia (Persero) Tbk terkait Pemilihan Mitra Penjualan Tiket Umroh Menuju dan dari Jeddah dan Madinah (atau dikenal dengan Kasus Tiket Umroh) yang digelar hari ini di KPPU.
” Ini merupakan panggilan pertama yang dialamatkan KPPU kepada Lion Air untuk kasus dimaksud,” ujar Kodrat wibowo selaku Ketua Majelis Komisi pada senin (29/03/2021).
Lion Air dalam perkara di atas merupakan salah satu saksi dari pihak Majelis Komisi, khususnya guna memperkuat alat bukti adanya praktek diskriminasi yang dilakukan PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk dalam pemilihan mitra penjualan tiket umroh.
Atas panggilan sidang KPPU, Lion Air tidak memberikan konfirmasi kehadiran apapun terkait panggilan tersebut. Sebagaimana Pasal 41 ayat (2) Undang-undang No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat (UU 5/1999), pelaku usaha dilarang menolak diperiksa, menolak memberikan informasi yang diperlukan dalam penyelidikan dan atau pemeriksaan, atau menghambat proses penyelidikan dan atau pemeriksaan.
“Apabila melanggar ketentuan pasal tersebut, KPPU dapat menyerahkannya kepada penyidik untuk dilakukan penyidikan sesuai dengan ketentuan yang berlaku,” pungkas Kodrat.
Untuk itu, KPPU menghimbau agar Lion Air bersikap kooperatif dalam memenuhi setiap panggilan yang akan disampaikan KPPU untuk proses pemeriksaan yang berjalan.
Komentar