IKP Pemilihan Serentak 2024: Profesionalitas Penyelenggara Kunci Kesuksesan Pemilu

Politik686 Dilihat

Jakarta – Profesionalitas penyelenggara pemilihan umum menjadi jantung dari kesuksesan penyelenggaraan pemilihan umum. 

Indeks Kerawanan Pemilu (IKP) Pemilu dan Pemilihan Serentak 2024 menegaskan, jika aspek profesionalisme ini tidak dijaga dan dikuatkan, berpeluang besar memberikan pengaruh terhadap lahirnya kerawanan di pemilihan umum.

Hal ini terekam dari hasil IKP Pemilu dan Pemilihan Serentak 2024 yang dipublikasikan Badan Pengawas Pemilihan Umum pada 16 Desember 2024. 

Dari empat dimensi yang diukur dalam indeks tersebut, dimensi penyelenggaraan pemilu menjadi dimensi paling tinggi dalam mempengaruhi terjadinya kerawanan pemilu.

Dimensi penyelenggaraan pemilu ini lebih tinggi konstribusinya terhadap potensi lahirnya kerawanan pemilu dibandingkan tiga dimensi lainnya, yakni dimensi konteks sosial politik, dimensi kontestasi, dan dimensi partisipasi politik.

Konstribusi dimensi penyelenggaraan pemilu yang lebih besar peluangnya melahirkan kerawanan di pemilu ini tidak saja terlihat di IKP Pemilu dan Pemilihan Serentak 2024 di tingkat provinsi, namun juga terekam di tingkat kabupaten/kota.

Di tingkat provinsi, dimensi penyelenggaraan pemilu tercatat menjadi dimensi paling tinggi dalam mempengaruhi kerawanan pemilu dengan skor 54,27. Dimensi berikutnya yang berpotensi besar melahirkan kerawanan pemilu adalah dimensi konteks sosial politik dengan skor 46,55. 

Kemudian dilanjutkan dengan dimensi kontestasi dengan skor 40,75. Terakhir, dimensi yang potensinya paling minim dalam melahirkan kerawanan pemilu adalah dimensi partisipasi politik yang memiliki skor 17,23.

Hal yang sama juga terjadi di tingkat kabupaten/kota. Dimensi penyelenggaraan pemilu juga menjadi dimensi paling tinggi dalam mempengaruhi lahirnya kerawanan pemilu dengan skor 42,22. Dimensi ini diikuti oleh dimensi konteks sosial politik yang berada di skor 31,13. 

Baca juga:  Pernyataan Putin tentang Gencatan Senjata Rusia-Ukraina, Trump: Sangat Menjanjikan!

Selanjutnya dimensi kontestasi dengan skor 26,22 dan terakhir dimensi partisipasi politik dengan skor 3,83.

Besarnya konstribusi dimensi penyelenggaraan pemilu terhadap potensi terjadinya kerawanan di pemilu ini tidak lepas dari subdimensi yang ada di dalamnya. 

Setidaknya ada lima sub dimensi dalam dimensi penyelenggaraan pemilu, yakni hak memilih, pelaksanaan kampanye, pelaksanaan pemungutan suara, ajudikasi dan keberatan, dan pengawasan pemilu. 

Dari kelima subdimensi ini, sebagian diantaranya tercatat paling banyak melahirkan masalah atau pelanggaran. Salah satunya adalah di subdimensi ajudikasi dan keberatan serta di subdimensi pelaksanaan pemungutan suara.

Pada dimensi penyelenggaraan pemilu juga menangkap potensi adanya penyelenggara pemilu yang menunjukan sikap keberpihakan. Subdimensi ini tentu tidak bisa dilepaskan dari upaya menguatkan profesionalitas penyelenggara pemilu. 

Sorotan publik terhadap proses verifikasi faktual terhadap partai politik calon peserta pemilu tidak bisa dilepaskan adanya ekspektasi yang besar publik pada penyelenggara pemilu yang netral dan profesional.

Rawan Tinggi

Hasil IKP Pemilu dan Pemilihan Serentak 2024 juga merekam provinsi dengan kerawanan tinggi. Khusus untuk tingkat provinsi dilakukan dengan dua pendekatan analisa. 

Pendekatan pertama berdasarkan hasil input data dari Bawaslu Provinsi dan pendekatan kedua berdasarkan hasil agregat penghitungan dari Bawaslu kabupaten/kota.

Jika mengacu pendekatan pertama, yakni hasil input Bawaslu Provinsi, IKP Pemilu dan Pemilihan Serentak 2024 mencatatkan ada lima provinsi (15 persen) yang masuk kategori kerawanan tinggi, 21 provinsi (62 persen) yang masuk kerawanan sedang, dan 8 provinsi (24 persen) yang masuk kerawanan rendah. 

Baca juga:  KPU Hingga Komisi II DPR Sepakat Dapil DPR-DPRD Provinsi Tak Berubah di 2024

Kelima provinsi yang masuk wilayah dengan kerawanan tinggi adalah Provinsi DKI Jakarta dengan skor 88,95, kemudian disusul Sulawesi Utara (87,48), Maluku Utara (84,86), Jawa Barat (77,04), dan Kalimantan Timur (77,04).

Sementara itu jika menggunakan analisa kedua, yakni hasil agregat penghitungan dari Bawaslu kabupaten/kota, ada 10 provinsi yang masuk ke dalam kategori kerawanan tinggi, yakni Provinsi Banten, Papua, Maluku Utara, Sulawesi Tengah, D.I. Yogyakarta, Jawa Barat, Nusa Tenggara Barat, Sulawesi Utara, DKI Jakarta, dan Jawa Tengah.

Sementara itu di tingkat kabupaten/kota, IKP Pemilu dan Pemilihan Serentak 2024 merekam ada 85 kabupaten/kota (16,54 persen) yang masuk kategori kerawanan tinggi. Kemudian ada 349 kabupaten/kota (67.90 persen) yang masuk kategori kerawanan sedang, dan terdapat 80 kabupaten/kota (15,56 persen) yang masuk kategori kerawanan rendah.

Untuk 10 kabupaten/kota yang masuk kategori kerawanan tinggi, separuh diantaranya berasal dari Provinsi Papua. Kelima kabupaten/kota dari Provinsi Papua tersebut adalah Kabupaten Intan Jaya, Kabupaten Jayawijaya, Kabupaten Yalimo, Kabupaten Mappi, dan Kabupaten Jayapura.

Kemudian lima kabupaten/kota lainnya adalah Kabupaten Labuhanbatu Utara (Sumatera Utara), Kabupaten Pandeglang (Banten), Kota Banjarbaru (Kalimantan Selatan), dan Kabupaten Bandung (Jawa Barat).

Baca juga:  Hari Pertama Penjaringan Panwascam di Palopo, Sitti Aisyah Tekankan Hal Ini

Isu Strategis

Merujuk hasil temuan dan riset dari hasil IKP Pemilu dan Pemilihan Serentak 2024 ini, Badan Pengawas Pemilu mencatat sejumlah isu strategis yang harus menjadi perhatian bersama, terutama oleh penyelenggara pemilu sebagai upaya membawa proses pelaksanaan pemilihan umum 2024 yang lebih terbuka, jujur, dan adil.

  1. Netralitas penyelenggara pemilu harus dijaga, dirawat, dan dikuatkan untuk meningkatkan kepercayaan publik sekaligus merawat harapan publik akan proses pemilihan umum yang lebih kredibel dan akuntabel. Polemik proses verifikasi faktual partai politik yang diwarnai oleh ketegangan di internal penyelenggara pemilu, menjadi pengalaman penting bagi penyelenggara pemilu terkait urgensi menjaga netralitas dan profesionalitas penyelenggara pemilu.
  2. Pelaksanaan tahapan pemilu di Daerah Otonomi Baru di wilayah Papua dan Papua Barat harus menjadi perhatian khusus, terutama terkait kesiapan wilayah baru tersebut dalam mengikuti ritme dari tahapan pemilu yang sudah berjalan.
  3. Potensi masih kentalnya polarisasi di masyarakat terkait dukungan politik tetap harus menjadi perhatian untuk menjaga kondusifitas dan stabilitas selama tahapan pemilihan umum berjalan.
  4. Intensitas penggunaan media sosial yang makin meningkat, tentu membutuhkan langkah- langkah mitigasi secara khusus untuk mengurangi dampak politik dan kerawanan yang terjadi dari dinamika politik di dunia digital.
  5. Pemenuhan hak memilih dan dipilih tetap harus dijamin sebagai bagian dari upaya melayani hak-hak warga negara, terutama dari kalangan perempuan dan kelompok rentan.

(*/mi)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *