hashtagnews.id— Dunia kembali berduka. Kabar wafatnya Paus Fransiskus menggema dari Vatikan ke seluruh penjuru dunia. Pemimpin tertinggi umat Katolik itu tutup usia, meninggalkan jejak panjang perjuangan lintas agama dan cinta kasih universal.
Di tengah lautan doa dan air mata, Menteri Agama RI, Prof. Dr. KH. Nasaruddin Umar, MA, menyampaikan rasa duka yang dalam.
“Kita kehilangan figur penting dalam perjuangan kemanusiaan dan dialog antariman,” ujar Nasaruddin.
Bagi Nasaruddin, Paus Fransiskus bukan sekadar tokoh agama, melainkan mercusuar moral dunia—pemandu nilai-nilai kemanusiaan dalam gelombang zaman yang kian gaduh.
Paus Fransiskus dan Nasaruddin Umar datang dari latar keyakinan yang berbeda. Satu dari jantung Vatikan, satu lagi dari pusat Islam moderat Indonesia.
Momen-momen pertemuan keduanya dalam berbagai forum lintas agama menjadi bukti nyata bahwa iman, jika ditanamkan dalam cinta dan rasa hormat, bisa mengatasi batasan-batasan teologis.
“Kami percaya bahwa iman bukan alasan untuk terpisah, melainkan kekuatan untuk saling merangkul dalam kemanusiaan,” ucap Nasaruddin.
Paus Fransiskus dikenal dengan gaya hidup yang membumi. Ia memilih kesederhanaan, berbicara lantang tentang keadilan, dan merangkul semua golongan, dari pemeluk agama lain hingga komunitas marginal.
Kepemimpinannya menyentuh relung hati umat lintas keyakinan.
Begitu pula Nasaruddin Umar. Di bawah kepemimpinannya, Masjid Istiqlal bukan hanya pusat ibadah, tapi panggung inklusif bagi keragaman.
Ia membuka ruang dialog dengan tokoh-tokoh gereja, vihara, hingga komunitas kepercayaan. Upayanya menumbuhkan moderasi beragama tak hanya di dalam negeri, tapi juga di panggung dunia.
Meski kepergian Paus Fransiskus memisahkan secara jasmani, nilai-nilai yang ia perjuangkan tetap hidup.
“Warisan moral beliau adalah kompas di tengah dunia yang sering kehilangan arah,” kata Nasaruddin.
Ia menyebut sosok Paus sebagai panutan, sekaligus pemantik api perjuangan baru bagi para pemuka agama.
Kini, tanggung jawab moral itu berpindah tangan. Dan Nasaruddin adalah satu dari sedikit pemimpin yang diyakini mampu melanjutkan estafet tersebut menjadi suara kesejukan di tengah riuh perbedaan, menjadi cahaya yang menerangi jalan saat banyak yang memilih membakar jembatan.
Di saat dunia merunduk dalam duka, masih ada harapan yang menyala. Harapan bahwa perdamaian dan kasih akan terus diperjuangkan. Bahwa agama tak akan kehilangan makna mulianya. Dan bahwa dalam semangat dua tokoh besar ini Paus Fransiskus dan Nasaruddin Umar kita bisa terus percaya, bahwa cinta antariman bukan utopia, melainkan kenyataan yang terus diperjuangkan.
“Selamat jalan, Bapak Semua Agama,” bisik dunia. Dan di pelataran doa yang hening, para penerus akan tetap menyalakan lentera perdamaian. (Ra)