Akar Konflik Rusia vs Ukraina yang Kini Terlibat Perang

Global34 Dilihat

HASHTAGNEWS.ID – Perang meletus di Eropa Timur. Hal itu terjadi setelah Rusia menyerang Ukraina pada Kamis 24 Februari 2022.

Akar konflik Rusia Versus Ukraina ini ada pada urusan politik. Sekilas sejarah kedua negara, Ukraina dan Rusia adalah negara dengan sejarah yang terkait erat di zaman kuno.

Bahkan, Ibu Kota cikal bakal Rusia pernah berada di Kiev, kota yang saat ini menjadi Ibu Kota Ukraina.

Dilansir BBC pada Kamis (24/2/2022), Kievan Rus didirikan di tanah Slavia Timur oleh keturunan Viking (bangsa Varangian) dari Dinasti Rurik yang bermukim di Novgorod (sekarang Rusia).

Pemimpin legendaris bernama Oleg memindahkan ibu kota dari Novgorod ke Kiev pada Abad 9 Masehi.

Abad ke 11, Kiev menjadi pusat politik dan kebudayaan terkemuka di Eropa Timur. Artinya, Ukraina dan Rusia memang terkait erat sejak zaman dahulu kala.

Selanjutnya, Ukraina menjadi bagian Rusia hingga Uni Soviet. Tahun 1930-an, Ukraina mengalami bencana kelaparan massal di bawah rezim Joseph Stalin.

Baca juga:  Jejak Pelaku Bom Bunuh Diri di Makassar, Ternyata Pernah Beraksi di Filipina

Ukraina juga sempat mengalami bencana nuklir parah di bawah naungan Uni Soviet pada 1986, yakni reaktor nuklir Chernobyl meledak.

Setelah Uni Soviet bubar, Ukraina pada tahun 1991 menjadi negara tersendiri pula bersama negara-negara pecahan Soviet lainnya.

Mereka tergabung dalam Persemakmuran Negara-negara Merdeka (PNM) atau Commonwealth of Independent States (CIS).

Selanjutnya, akar konflik terkini, Presiden pro Rusia digulingkan. Konflik terkini antara Ukraina vs Rusia dapat ditarik akarnya pada peristiwa 2014.

Ukraina masih dipimpin politikus pro-Rusia, yakni Presiden Viktor Yanukovych. Yanukovych digulingkan lewat revolusi dan serangkaian demonstrasi. Para demonstran ingin Ukraina bergabung dengan Uni Eropa.

Yanukovych digantikan Poroshenko. Di masa Poroshenko, korupsi merajalela dan separatisme menelan banyak nyawa.

Rusia caplok Krimea. Maret 2014, ada peristiwa penting yakni Rusia mencaplok semenanjung Krimea (Crimea) yang semula adalah wilayah Ukraina.

Baca juga:  Cek Fakta! Rusia Nomor Satu dari 9 Negara Pemilik Nuklir Terbanyak di Dunia

Sejurus kemudian, pemberontakan separatis di bagian timur Ukraina juga pecah. Wilayah timur tempat separatisme adalah daerah bernama Donbask, berisi dua kota terkemuka yakni Donetsk dan Luhanks (Lugansk).

Barat menuduh Rusia mempersenjatai para pemberontak separatis di Donbas.

Era Presiden Zelensky, Ukraina ingin ke NATO. Presiden Ukraina yang baru terpilih lewat Pilpres 2019, yakni sosok yang dulu dikenal sebagai komedian, Volodymyr Zelensky.

Ukraina condong ke NATO meski belum menjadi anggota NATO.

Rusia tak ingin Ukraina gabung NATO.

Dilansir CNN, Presiden Rusia Vladmir Putin sangat marah dengan prospek pangkalan NATO di sebelah perbatasannya dan menyebut bergabungnya Ukraina dengan aliansi transatlantik pimpinan AS itu akan menandai perlintasan ‘garis merah’ antar keduanya. Tentu saja Ukraina tidak mau diatur Rusia.

Dilansir AFP, 8 Juni 2021, Presiden AS Joe Biden menegaskan negaranya bakal membela Ukraina bila Rusia menyerang. Dukungan AS ke Ukraina tak tergoyahkan.

Baca juga:  Kamala Harris Gantikan Joe Biden, Berdampak Hingga ke Rupiah

Pasukan Rusia mendekati perbatasan Ukraina. November 2021, citra satelit memperlihatkan penumpukan pasukan baru Rusia di perbatasan dengan Ukraina.

Dilansir AL Jazeera, Ukraina menyebut Rusia telah memobilisasi 100 ribu tentara bersama dengan tank dan perangkat keras militer lainnya.

24 Januari 2022, NATO menempatkan pasukan di Erpa Timur. Kedutaan-kedutaan negara Barat mulai mengevakuasi staf kedutaan dari Ibu Kota Ukraina, Kiev, sebagaimana dilansir Al Jazeera.

Perang meletus setelah sempat terlihat menarik pasukan dari perbatasan, ternyata Rusia benar-benar menyerang Ukraina pada 24 Februari 2022 ini.

Ledakan terdengar tidak hanya di bagian timur Ukraina yang berbatasan dengan Rusia, namun juga di Kiev, Ibu Kota Negara.

Sekjen Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) Antonio Guterres memohon Presiden Rusia Vladimir Putin menghentikan serangan militer ke Rusia, atas nama kemanusiaan.

Komentar