Pandangan Ian Wilson, Pakar Politik dari Australia Soal IKN

Nasional6944 Dilihat

Nasional – Pakar politik dan keamanan internasional dari Universitas Murdoch, Australia, Ian Wilson, berbicara tentang megaproyek Ibu Kota Nusantara (IKN) di Kalimantan Timur, yang sedang dibangun di era pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi).

Dalam wawancaranya dengan Al Jazeera, Wilson mengungkapkan bahwa proyek IKN mencerminkan penurunan demokrasi di Indonesia, sekaligus menjadi simbol warisan pemerintahan Jokowi.

“Pertama, IKN mencerminkan pemerintahan yang semakin otokratis dan terpisah dari kedaulatan rakyat, mengingat lokasi IKN yang jauh dari masyarakat sipil yang dinamis, yang telah menjadi pondasi demokrasi di Indonesia,” kata Wilson pada Sabtu (17/8).

Menurut Wilson, pembangunan ini berpotensi memisahkan pemerintah dari kompleksitas dan kontradiksi di Jakarta, yang dinilainya merefleksikan kondisi di seluruh negeri.

Baca juga:  Menteri PPPA Turunkan Tim untuk Kasus 'Tiga Anak Saya Diperkosa'

“Selain itu, ekspresi kedaulatan rakyat melalui aksi seperti demonstrasi, protes, dan mobilisasi, yang selama ini menjadi bentuk penting pengawasan terhadap kekuasaan, akan semakin sulit terjadi,” lanjutnya, dikutip dari Al Jazeera.

Di sisi lain, peneliti senior dari ISEAS-Yusof Ishak Institute di Singapura, Siwage Dharma Negara, menjelaskan kepada Al Jazeera bahwa pembangunan IKN adalah “proyek jangka panjang untuk mengatasi kesenjangan pembangunan dan berbagai masalah di Jakarta.”

Negara menambahkan bahwa waktu adalah faktor utama yang menjadi perhatian dalam pembangunan IKN.

“Pemerintah berargumen, ‘jika tidak sekarang, kapan lagi?’ Jika proyek ini ditunda, mungkin tidak akan pernah terealisasi,” ujarnya.

“Bagi mereka yang tidak setuju, mereka melihat waktu ini tidak tepat karena kondisi ekonomi yang kurang baik, sehingga tergantung dari perspektif mana kita melihatnya,” tambah Negara.

Baca juga:  Intelek Charles Kossay Sebut KST Penghambat Pembangunan Papua

Ketergantungan pada investasi asing

Lebih jauh, Wilson mengkritisi ketergantungan IKN pada investasi asing, yang menurutnya menimbulkan kontradiksi.

Hingga Juli 2024, Al Jazeera melaporkan bahwa investasi di IKN telah mencapai US$6,2 miliar atau Rp97,32 triliun (asumsi kurs Rp15.697 per dolar AS), yang mencakup sekitar 15 persen dari total investasi yang dibutuhkan.

Pemerintah menyatakan telah menerima sekitar 369 surat pernyataan minat dari investor, sebagian besar berasal dari Singapura.

Saat ini, dua perusahaan asal Singapura telah menandatangani perjanjian, yaitu Nusantara State Power Investment Corporation (SPIC) dan JOE Gree, yang akan terlibat dalam sektor energi terbarukan dan pengelolaan limbah.

“Ketergantungan besar pada investasi asing untuk membangun IKN, yang dijual dengan berbagai syarat dan pengecualian serta janji manis, tidak hanya gagal, tetapi juga sangat bertentangan dengan retorika nasionalis yang mendasari proyek ini: ibu kota negara yang dibangun dengan uang asing,” pungkas Wilson. (*)

Komentar